Meluruskan Persepsi Notaris dan PPAT

Meluruskan Persepsi Notaris dan PPAT

Ilmu hukum yang dicetak dan dikembangkan oleh institusi akademik bernama Fakultas hukum memberikan suatu kontribusi yang sangat luas dalam dunia kependidikan serta dunia profesi. Ilmu hukum hadir menjadikan generasi-generasi dengan berbagai profesi yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi dalam tatanan sistem Kenegaraan di Indonesia ini, karena sejatinya Indonesia memakai sistem hukum campuran yang diadopsi dari sistem hukum eropa dengan basis anglo saxon dan eropa continental, sistem hukum adat dan hukum agama.

Oleh sebabnya keberadaan ilmu hukum memberikan peranan penting dalam menjalankan roda pemerintahan di Negeri kita tercinta ini. Profesi-profesi hukum yang dicetak yaitu Advokat atau Pengacara, Hakim, Jaksa, Polisi, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan lain-lain.

Berbicara mengenai Notaris dan PPAT, mayoritas masyarakat awam menganggap kedua profesi ini adalah sama fungsinya, masyarakat menganggap profesi Notaris lebih populer dari pada PPAT, karena mayoritas masyarakat awam hanya mengenal Notaris saja sedangkan PPAT bak profesi yang asing didengar dimata. Tak jarang juga profesi Notaris dianggap "sama" dengan profesi advokat.

Hal ini tentu bukan salah siapa-siapa, ini terjadi akibat kurangnya sosialisasi baik secara umum maupun khusus mengenai hukum, untuk itu perlu kita berikan suatu sosialisasi sebagai bentuk pemberian pengetahuan hukum agar masyarakat Indonesia yang semakin hari semakin merasakan dampak akan globalisasi menjadi masyarakat yang mengerti hukum dan menempatkannya pada porsi-porsi yang seharusnya.

Secara garis besar, Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris atau berdasarkan undang-undang lainnya, hal ini termaktub dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, lebih lanjut dalam Pasal 15 menyebutkan bahwa Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik.

Contohnya seperti pembuatan akta perjanjian baik perjanjian secara umum maupun khusus termasuk pembuatan akta-akta perjanjian berkenaan dengan pendirian suatu badan usaha seperti Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), dan lain sebagainya.

Kemudian Notaris berwenang untuk mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (dalam praktiknya sering disebut dengan Legalisasi), membuat surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (dalam praktiknya sering disebut dengan waarmerking), membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan (copy collationee), melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya, memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, dan membuat akta risalah lelang.

Sedangkan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, hal ini tertuang dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan PPAT.

Yang dimaksud dengan perbuatan hukum tertentu artinya PPAT diberikan batasan kewenangan dalam pembuatan aktanya, Kewenangan PPAT telah ditentukan dengan hanya diperbolehkan membuat delapan akta saja yaitu: Akta Jual Beli, Tukar Menukar, Hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (Inbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah hak milik, pemberian Hak Tanggungan, dan pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, yang kesemua aktanya hanya diperuntukkan guna pendaftaran peralihan hak pada institusi Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Memang kedua profesi tersebut diberikan oleh Negara untuk dapat saling merangkap jabatan, Namun faktanya masyarakat masih sulit membedakan apa itu Notaris dan apa itu PPAT, seringkali masyarakat datang untuk membuat Sertipikat Hak Atas Tanah kepada Notaris dan PPAT, padahal kewenangan tersebut hanya dimiliki oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam hal ini Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Fakta lain yang sering terjadi adalah masyarakat menjadikan segala kewenangan PPAT hanya tertuju pada profesi jabatan Notaris saja, salah satu contoh ketika masyarakat ingin melakukan suatu perbuatan hukum balik nama Sertipikat Hak Atas Tanah maka ia akan mencari Notaris untuk dibuatkan aktanya, padahal kewenangan itu ada pada profesi PPAT.

Hal seperti ini biasa sering terjadi pada seseorang yang telah menjadi Notaris namun belum menjadi PPAT, oleh sebab itu salah satu kewenangan Notaris yaitu memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat untuk mengetahui kewenangan-kewenangan jabatan Notaris dan PPAT.

Untuk itu perlu suatu persamaan persepsi yang berkembang dimasyarakat agar masyarakat yang majemuk di Indonesia ini memiliki pengetahuan hukum tentang perbedaan antara jabatan Notaris dan PPAT serta kewenangan-kewenangannya.


Rage Cikal Nugroho, SH., M.Kn
Anggota Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia 
Sumber: www.detik.com